Selasa, 13 Maret 2012

Sejarah Lambang Garuda Pancasila

Sejarah

Arca Raja Airlangga digambarkan sebagai Wishnu mengendarai Garuda.
Rancangan awal Garuda Pancasila oleh Sultan Hamid II masih menampilkan bentuk tradisional Garuda yang bertubuh manusia.
Garuda Pancasila yang diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, masih tanpa jambul dan posisi cakar di belakang pita.
Garuda, kendaraan (wahana) Wishnu tampil di berbagai candi kuno di Indonesia, seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya. Di candi Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana yang menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu, mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga yang digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini arca ini disimpan di Museum Trowulan.
Garuda muncul dalam berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali. Dalam banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk yang dapat terbang" dan "Raja agung para burung". Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan pertempuran melawan Naga. Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuna telah menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi Pancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia Garuda Indonesia. Selain Indonesia, Thailand juga menggunakan Garuda sebagai lambang negara.
Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah
Lambang Garuda juga digunakan di jersey Tim Nasional Sepak Bola Indonesia
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis. [2]
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950.[3] Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.[4] Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.

Arti, Makna, Jumlah bulu di burung Garuda

Garuda

  • Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
  • Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
  • Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
  • Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:
    • 17 helai bulu pada masing-masing sayap
    • 8 helai bulu pada ekor
    • 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
    • 45 helai bulu di leher

[sunting] Perisai

  • Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
  • Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
  • Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
  • Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut[5]:
  1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam[6];
  2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah[7];
  3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih[8];
  4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng[9] di bagian kanan atas perisai berlatar merah [10]; dan
  5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.

[sunting] Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika

  • Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
  • Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

[sunting] Beberapa aturan

Patung besar Garuda Pancasila, terpasang di Ruang Kemerdekaan Monas, Jakarta.
Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958 [11]
Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
  1. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai;
  2. warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
  3. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
  4. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
  5. warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Lambang Negara wajib digunakan di:
  1. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan;
  2. luar gedung atau kantor;
  3. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara;
  4. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah;
  5. uang logam dan uang kertas; atau
  6. meterai.
Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:
  1. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan
  2. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara.
Setiap orang dilarang:
  1. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
  2. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
  3. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
  4. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.

[sunting] Sumber

Ukuran/dimensi resmi lambang negara.
  • UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035)
  • Artikel Garuda Pancasila (materi yang dipindahkan)
  • Artikel Lambang Indonesia (awal)

[sunting] Lagu Garuda Pancasila

Garuda Pancasila juga merupakan dan nama sebuah lagu nasional Indonesia yang diciptakan lagu dan liriknya oleh Sudharnoto.
Garuda Pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu

Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentausa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Ayo maju maju

Arti Bela Negara Sebenarnya

bela negara
pengertian

bela negara adalah tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada
negara kesatuan republik indonesia yang berdasarkan pancasila dan uud 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara. pembelaan negara bukan semata-mata tugas tni, tetapi segenap
warga negara sesuai kemampuan dan profesinya dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.

era reformasi membawa banyak perubahan di hampir segala bidang di republik indonesia. ada
perubahan yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat, tapi tampaknya ada juga yang negatif dan
pada gilirannya akan merugikan bagi keutuhan wilayah dan kedaulatan negara kesatuan republik
indonesia. suasana keterbukaan pasca pemerintahan orde baru menyebabkan arus informasi dari segala
penjuru dunia seolah tidak terbendung. berbagai ideologi, mulai dari ekstrim kiri sampai ke ekstrim
kanan, menarik perhatian bangsa kita, khususnya generasi muda, untuk dipelajari, dipahami dan
diterapkan dalam upaya mencari jati diri bangsa setelah selama lebih dari 30 tahun merasa terbelenggu
oleh sistem pemerintahan yang otoriter.

salah satu dampak buruk dari reformasi adalah memudarnya semangat nasionalisme dan
kecintaan pada negara. perbedaan pendapat antar golongan atau ketidaksetujuan dengan kebijakan
pemerintah adalah suatu hal yang wajar dalam suatu sistem politik yang demokratis. namun berbagai
tindakan anarkis, konflik sara dan separatisme yang sering terjadi dengan mengatas namakan
demokrasi menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi semangat kebersamaan sebagai suatu bangsa.
kepentingan kelompok, bahkan kepentingan pribadi, telah menjadi tujuan utama. semangat untuk
membela negara seolah telah memudar.

bela negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah kewajiban
dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada tentara nasional indonesia. padahal
berdasarkan pasal 30 uud 1945, bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara
republik indonesia. bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan republik
indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri.

uu no 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara ri mengatur tata cara penyelenggaraan
pertahanan negara yang dilakukan oleh tentara nasional indonesia (tni) maupun oleh seluruh
komponen bangsa. upaya melibatkan seluruh komponen bangsa dalam penyelenggaraan pertahanan
negara itu antara lain dilakukan melalui pendidikan pendahuluan bela negara. di dalam masa transisi
menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi, tentu timbul pertanyaan apakah pendidikan
pendahuluan bela negara masih relevan dan masih dibutuhkan. makalah ini akan mencoba membahas
tentang relevansi pendidikan pendahuluan bela negara di era reformasi dan dalam rangka menghadapi
era globalisasi abad ke 21.